Ditulis oleh: Aburashyid dari Lembata
Pengalaman ini sungguh luar biasa, di mana saya bertemu dengan para guru yang begitu menginspirasi perjalanan saya sebagai pendidik. Salah satunya adalah Pak Rahmat, seorang guru agama yang telah lama mengabdi di sekolahnya. Saat istirahat, ia bercerita dengan senyum lebar, “Sebenarnya, Pak, dulu saya memilih jurusan agama karena ingin menghindari hitung-menghitung.” Ia tertawa kecil, mengakui betapa matematika selalu tampak seperti "monster besar" yang menakutkan baginya sejak muda. Namun, pertemuannya dengan metode Gasing di pelatihan ini membawa perubahan besar. Dengan sungguh-sungguh, ia mencoba setiap langkah dan mengikuti instruksi dengan tekun. “Saya menyesal, Pak,” ucapnya suatu hari dengan suara bergetar. “Kalau saja saya mengenal Gasing lebih awal, mungkin matematika tak akan menjadi hal yang saya takuti, malah mungkin saya sukai. Ternyata, metodenya sederhana, tak seseram yang saya bayangkan.” Kata-katanya sangat menyentuh hati. Pak Rahmat mengingatkan saya bahwa belajar itu tak mengenal usia atau batasan mata pelajaran. Kini, matematika bukan lagi monster bagi beliau; matematika telah menjadi tantangan baru yang dihadapinya dengan senyum dan rasa ingin tahu.
Ada pula Bu Antonia, seorang guru yang sebentar lagi memasuki masa pensiun, namun tetap bersemangat belajar. Wajahnya memancarkan antusiasme, bukan kelelahan. Dengan penuh dedikasi, ia mencatat setiap langkah, bertanya jika ada yang kurang dipahami, dan mencoba setiap soal tanpa ragu. Suatu ketika, ia berkata kepada saya, “Saya tahu, Pak, sebentar lagi saya pensiun. Tapi saya ingin belajar ini untuk cucu saya. Saya ingin dia kelak bisa menikmati matematika seperti yang saya rasakan di sini.” Mendengar itu, mata saya berkaca-kaca. Di usia yang seharusnya bisa ia gunakan untuk beristirahat, Bu Antonia justru memilih untuk terus belajar, agar cucunya tumbuh tanpa rasa takut terhadap matematika, melainkan dengan kegembiraan dan kepercayaan diri.
Perjalanan di Lembata kali ini penuh dengan pelajaran hidup. Pak Rahmat dan Bu Antonia menunjukkan kepada saya bahwa menjadi pendidik adalah perjalanan tanpa akhir, sebuah pengabdian yang tak terbatas oleh usia. Pak Rahmat yang akhirnya berdamai dengan ketakutannya terhadap matematika, dan Bu Antonia yang belajar demi masa depan cucunya, adalah bukti nyata bahwa guru sejati selalu siap untuk belajar, menginspirasi, dan terus mengabdi, apapun rintangan yang mereka hadapi.
Kami menggunakan cookie untuk menganalisis lalu lintas situs web dan mengoptimalkan pengalaman situs web Anda. Dengan menerima penggunaan cookie, data Anda akan dikumpulkan bersama data pengguna lainnya.